Akibatdari tidak seimbangnya antara perilaku milenial dengan penerapan Pancasila adalah ciri khas bangsa kita, seperti gotong royong yang mulai memudar seiring berjalannya waktu. Hal ini menjadikan generasi milenial menjadi manusia yang individualis, serta kurangnya rasa Nasionalisme dan Patriotisme.
Malang, Jawa Timur ANTARA - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Muhadjir Effendi menyatakan bahwa pada era digital seperti saat ini memiliki banyak tantangan dalam upaya untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila kepada generasi muda. Muhadjir mengatakan bahwa telah terjadi revolusi besar-besaran dalam kehidupan sehari-hari masyarakat khususnya dengan masuknya era digital. Dengan banyaknya informasi yang beredar di dunia maya tersebut, menjadi tantangan untuk menyiapkan generasi milenial Pancasilais. "Ini memang tidak mudah untuk menyiapkan generasi milenial Pancasilais. Ini pekerjaan berat kita," kata Muhadjir, dalam Simposium Nasional Penanaman Nilai Pancasila sebagai Wahana Pembangunan Watak Bangsa, di Kota Malang, Jawa Timur, Sabtu. Baca juga Kemendikbud luncurkan program penanaman nilai Pancasila Muhadjir menjelaskan, dengan semakin terbukanya informasi pada era digital seperti saat ini, para generasi muda akan mudah mengakses berbagai informasi baik yang mendukung implementasi nilai-nilai Pancasila, maupun sebaliknya. Informasi yang beredar di dunia maya tersebut, lanjut Muhadjir, harus disaring terlebih dahulu yang tentunya harus sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. Peranan seorang guru menjadi penting dalam upaya untuk memberikan pemahaman kepada generasi muda Indonesia. Menurutnya, tugas seorang guru, bukan hanya berupaya untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila saja kepada anak muridnya, akan tetapi juga harus bisa memberikan pandangan kepada mereka, informasi mana yang sesuai dengan nilai-nilai Pancasila. "Seorang guru harus berperan sebagai penjaga gawang untuk menyaring pada saat anak didiknya mendapatkan informasi. Mana yang harus dipakai, mana yang harus dijauhi," kata Muhadjir. Baca juga BPIP akan kembalikan pendidikan Pancasila ke dalam kurikulum Pada era digital seperti saat ini, lanjut Muhadjir, seorang guru harus terampil dalam menggunakan teknologi informasi sebagai wahana pembelajaran. Namun, hal tersebut harus dibarengi dengan keterampilan untuk memilah konten agar sesuai dengan nilai Pancasila. "Tantangan untuk penanaman nilai-nilai Pancasila ini semakin hari semakin kompleks, semakin pelik, utamanya seiring dengan perkembangan zaman," ujar Muhadjir. Dalam kesempatan itu, para perwakilan pelajar di Kota Malang juga mengucapkan ikrar untuk menanamkan nilai-nilai Pancasila. Ada tiga poin utama yang terdapat dalam ikrar tersebut. Isi dari ikrar tersebut adalah, siap melaksanakan pembudayaan nilai Pancasila melalui gerakan penanaman nilai Pancasila sebagai wahana pembangunan watak bangsa pada satuan pendidikan. Kemudian, siap mengimplementasikan penanaman nilai Pancasila melalui strategi pembelajaran yang kreatif dan inovatif, serta siap melaksanakan pembelajaran Pancasila yang mendalam dan bermakna sehingga membentuk karakter serta penciptaan suasana lingkungan budaya sekolah dan keteladanan. Baca juga Nilai-nilai Pancasila diyakini mampu tangkal hoaksPewarta Vicki FebriantoEditor Triono Subagyo COPYRIGHT © ANTARA 2019
Perhatikankarakteristik periode penerapan Pancasila berikut! 1) Kebebasan politik dan kebebasan pers dibatasi. 2) Pembatasan terhadap jumlah partai politik. 3) Terjadi kasus pembredelan terhadap media. 4) Terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Karakteristik tersebut menunjukkan tantangan penerapan Pancasila di era . A. awal kemerdekaan. B. orde lama
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Lahirnya Pancasila sebagai dasar negara tentu telah melewati perjalanan yang sangat panjang dan penuh perjuangan. Pancasila merupakan ideologi Bangsa Indonesia yang memiliki latar belakang tidak hanya berasal dari golongan tertentu, atau dari salah satu tokoh, namun hadirnya dilatarbelakangi oleh pemikiran-pemikiran banyak tokoh terdahulu yang tentunya dilakukan untuk kemerdekaan Bangsa Indonesia tercinta. Isi dari Piagam Jakarta yang telah mengalami perubahan tujuh kata, proses diskusi, serta bentuk perjuangan lainnya pada akhirnya telah menciptakan sebuah kajian 5 sila yang memenuhi syarat sebagai dasar negara di tengah keberagaman Indonesia. Sila pertama dan ketiga menunjukkan bahwa Pancasila memiliki potensi menampung keberagaman masyarakat Indonesia, sedangkan sila kedua menunjukkan bahwa Pancasila memberikan jaminan terealisasinya kehidupan pluralistik, sesuai dengan nilai kemanusiaan. Sila keempat menunjukkan Pancasila memiliki potensi untuk menjamin keutuhan NKRI dan sila kelima merupakan bentuk jaminan terwujudnya masyarakat yang adil dan awal perjuangan telah sampai pada suatu kebangaan bahwa Indonesia adalah negara yang terus berkembang hingga saat ini. Dimana usaha ini tentu dilakukan untuk membawa Indonesia ke arah yang lebih baik, baik dalam ranah internal maupun eksternal. Di dalam proses pengembangan ini, tentu banyak sekali hal positif yang telah diraih Indonesia. Namun sayangnya, dinamika perkembangan yang dialami juga menciptakan tantangan baru bagi eksistensi Pancasila sebagai dasar negara. Perkembangan zaman ini telah sampai pada era yang mana pelakunya adalah generasi yang disebut sebagai generasi milenial. Karakteristik generasi milenial sendiri umumnya ditandai oleh peningkatan penggunaan dan keakraban dengan komunikasi, media, dan teknologi digital, yang faktanya dapat kita amati sendiri di lingkungan sekitar kita masing-masing. Peningkatan 'keakraban' dengan dunia tersebut menghasilkan banyak hal positif, namun juga banyak hal negatif, yang mana dalam bahasan ini adalah bahwa hal tersebut menjadi tantangan tersendiri bagi dari ramainya penggunaan media sosial, yang mungkin sudah dapat dipastikan bahwa hampir semua orang telah menggunakan media sosial. Kalau saya boleh berkata, mungkin media sosial sudah menjadi makanan sehari-hari, yang artinya kalau tidak bermedia sosial, sama saja dengan tidak makan. Analogi ini tidak mengarah pada pernyataan bahwa penggunaan media sosial buruk, justru sebenarnya pengguna media sosial yang ramai juga relevan dengan manfaat yang dihadirkan oleh adanya media sosial itu sendiri, seperti dalam bidang bisnis, pendidikan, dan lain-lain. Pancasila merupakan ideologi bersifat terbuka, juga merupakan ideologi yang mampu mengikuti perkembangan jaman yang dinamis. Namun sayangnya, tak ayal dengan adanya media sosial yang semakin menjamur telah membuat nilai-nilai Pancasila perlahan semakin menipis di kalangan anak muda. Banyak anak muda yang dapat dengan mudah dipengaruhi oleh berbagai informasi yang belum pasti dan belum tentu benar. Ada juga isu intoleransi yang dapat menjadi boomerang bagi ideologi Pancasila. Penyebaran informasi yang belum pasti kebenarannya dapat menimbulkan perpecahan, apalagi berita hoax yang berhubungan dengan SARA, sensitif di kalangan masyarakat. Berita hoax juga dapat menimbulkan keresahan bagi masyarakat, sehingga masyarakat merasa terancam bahkan oleh berita yang belum tentu pasti kebenarannya. Selain tantangan nyata melalui media sosial, ada juga tantangan di era milenial dalam menangkal budaya asing. Beberapa negara telah memberikan pengaruh bagi kehidupan negara Indonesia. Pengaruh globalisasi tersebut memberi dapat berupa hal positif dan juga negatif. Banyak budaya asing yang telah mempengaruhi kehidupan sehari-hari masyarakat Indonesia, dalam hal norma ataupun kebiasaan-kebiasaan. Tak dapat dipungkiri juga bahwa modernisasi dan globalisasi dalam budaya tersebut menjadikan adanya pergeseran nilai dan sikap masyarakat Indonesia. Sedikit contohnya adalah adanya pola hidup yang komsumtif. Perkembangan industri telah membuat masyarakat menjadi mudah tertarik untuk mengonsumsi barang dengan banyak pilihan. Ditambah lagi dengan fenomena bahwa barang produk luar seringkali dijumpai lebih menarik daripada barang dalam negeri. Lalu juga munculnya sikap individualistik, dimana masyarakat seakan-akan tidak lagi membutuhkan orang lain karena segalanya sudah dipermudah oleh teknologi yang maju. Gaya hidup kebarat-baratan juga mulai meresapi kebiasaan kehidupan sehari-hari. Dimana banyak anak muda, atau bahkan orang yang sudah tua, sangat mengagumi sosok figur dari luar negeri, atau banyak anak muda yang lebih menyukai kebudayaan luar seperti modern dance daripada kebudayaan asli Indonesia menjadi fenomena yang saat ini nyata untuk dihadapi. Hal ini mungkin terjadi karena dari diri sendiri belum ada rasa bangga yang besar terhadap kepunyaan bangsa sendiri. Contoh-contoh tersebut bila direnungkan tentu tidak sesuai dengan pengamalan nilai-nilai Pancasila. Dimana dalam Pancasila memberi petunjuk untuk selalu meningkatkan jiwa nasionalisme dan patriotisme, namun melalui hal-hal tersebut justru menyebabkan lunturnya rasa cinta terhadap tanah air. Selain itu, satu sumber menyampaikan bahwa pada era milenial saat ini agama sangat memainkan peranan penting terhadap kehidupan berjuta-juta manusia. Bahkan hal ini didukung oleh penyeledikan-penyelidikan yang menyatakan bahwa lebih dari 70% penduduk dunia menunjukan bahwa mereka menganut salah satu agama, dan saya yakin bahwa agama-agama yang ada selalu mengajarkan hal yang baik, sehingga agama memang sangat penting di dalam kehidupan. Namun, bila keyakinan itu menjadikan seseorang beranggapan bahwa agamanya yang paling benar dan berujung menyalahkan agama lain, di sini lah tantangan nyata pelaksanaan Pancasila yang terjadi di masa kini. Doktrin tersebut mampu menyulutkan banyak perselisihan antar umat beragama, entah karena adanya sikap membanding-bandingkan atau lain sebagainya. Lebih parahnya lagi, masalah ini bahkan bisa menyebabkan adanya terorisme radikalisme yang awalnya bersumber dari ajaran yang salah atau menyimpang. Ya, fenomena inilah yang saat ini banyak terjadi dan menjadi tantangan tersendiri bagi generasi milenial dalam mempertahankan pelaksanaan nilai-nilai dengan media sosial, media sosial seharusnya justru dapat menjadi kekuatan dalam mengintegrasikan masyarakat agar tercipta sikap toleransi yang dapat menjadi alat dalam menyebarkan berita maupun konten yang positif. Sedangkan terkait menangkal budaya asing, banyak upaya dari pemerintah maupun generasi milenial yang sebenarnya sudah sangat baik. Menurut saya hal ini bisa selalu dan terus didukung oleh peranan dan partisipasi dari generasi milenial, entah dari bentuk prestasi, penyampaian kritikan yang membangun, adanya karya-karya anak bangsa dan tantangan dalam menyikapi keberagaman agama bergantung pada setiap individu. Jika setiap orang dapat menghayati makna Pancasila, kemudian mengaplikasikannya dalam kehidupan, maka konflik antar agama dapat diminimalisir sedikit demi sedikit. Tantangan akan terasa berat karena masalah baru kunjung bertamu. Jadi, sebagai generasi penerus tonggak perjuangan, renungkanlah ini, "Pancasila itu jiwa dan raga kita. Ada di aliran darah dan detak jantung kita, perekat keutuhan Bangsa dan negara. Saya Jokowi, Saya Indonesia, Saya Pancasila, Kalau Kamu?" Joko Widodo.ReferensiAulia, R., Asrori, A. and Bakhita, F., Lunturnya Norma Pancasila di Era Milenial 2019/2020. Jurnal Ilmiah Profesi Pendidikan, 42 83-90. Hendri, and Firdaus, 2021. Resiliensi Pancasila di Era Disrupsi Dilematis Media Sosial dalam Menjawab Tantangan Isu Intoleransi. Jurnal Paris Langkis, 12 K., 2020. Tantangan di Era Milenial dalam Menangkal Budaya Asing dengan Mengedepankan Sikap Nasionalisme. Tazkiya, 211.Mubarok, A., Sari, and Ramadania, R., 2021. Tantangan Keberagaman Beragama dalam Ikatan Bhineka Tunggal Ika di Era Milenial. Vidya Samhita Jurnal Penelitian Agama, 61. Lihat Pendidikan Selengkapnya
Penerapannyaditandai dengan kebebasan berbicara, berorganisasi, hingga berekspresi di kehidupan masyarakat. Bagaimana Pancasila pada Era Reformasi? Dikutip dari buku 'Super Complete SMP' oleh Tim Guru Inspiratif, penerapan Pancasila tidak lagi dihadapkan pada ancaman pemberontakan-pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Namun, ternyata Pancasila belum difungsikan secara maksimal.
Jakarta - Kedudukan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa Indonesia disahkan pada 18 Agustus 1945. Akan tetapi, penerapan Pancasila mengalami pasang nilai-nilai Pancasila sebagai dasar negara telah dilaksanakan sejak masa awal kemerdekaan, Orde Lama, Orde Baru, dan masa Reformasi sampai sekarang, seperti dikutip dari buku Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk SMP/MTs Kelas IX oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan mencatat, pernah ada upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup bangsa dengan ideologi lainnya. Bagaimana penerapan pancasila pada masa Orde Baru dan masa pemerintahan lainnya ?Penerapan Pancasila dari masa ke masa sebagai berikut1. Penerapan Pancasila di Masa Awal Kemerdekaan 1945-1959Pada periode ini, penerapan Pancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup menghadapi berbagai masalah. Salah satunya yaitu adanya upaya-upaya untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dan penyimpangan terhadap nilai-nilai Pancasila sebagai berikuta. Pemberontakan Partai Komunis Indonesia PKI di Madiun pada tanggal 18 September 1948. Pemberontakan PKI di Madiun dipimpin oleh Muso untuk mendirikan Negara Soviet Indonesia yang berideologi Pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia DI/TII. Pemberontakan DI/TII dipimpin oleh Sekarmaji Marijan Kartosuwiryo. Pemberontakan DI/TII ini ditandai dengan didirikannya Negara Islam Indonesia NII oleh Kartosuwiryo pada tanggal 7 Agustus 1949. Tujuan utama didirikannya NII adalah untuk mengganti Pancasila sebagai dasar negara dengan syari'at sisi lain, gerakan DI/TII bertentangan dengan ajaran Islam. Pengikutnya melakukan perusakan dan pembakaran rumah-rumah penduduk, pembongkaran jalan-jalan kereta api, perampasan harta benda milik penduduk, dan penganiayaan terhadap penduduk. Kartosuwiryo bersama para pengikutnya baru bisa ditangkap pada tanggal 4 Juni Pemberontakan Republik Maluku Selatan RMS, dipimpin oleh Christian Robert Steven Soumokil. Pemberontakan RMS ini bertujuan untuk membentuk negara sendiri yang didirikan tanggal 25 April 1950. Pulau-pulau terbesarnya adalah Seram, Ambon, dan Buru. RMS di Ambon ditangani militer Indonesia pada bulan November konflik di Seram masih berlanjut sampai Desember 1963. Kekalahan RMS di Ambon berujung pada pengungsian pemerintah RMS ke Seram. Pemerintah RMS kemudian mendirikan pemerintahan dalam pengasingan di Belanda pada tahun Pemerintah Revolusioner Republik Indonesia PRRI atau Perjuangan Rakyat Semesta Permesta yang dipimpin oleh Sjarifuddin Prawiranegara dan Ventje Sumual di Sumatra dan Sulawesi pada 1957-1958. Gerakan ini merupakan bentuk koreksi untuk pemerintahan pusat yang dipimpin Presiden Soekarno, yang dianggap melanggar undang-undang, sentralistis, dan tidak adil dengan mengabaikan pembangunan di Angkatan Perang Ratu Adil atau APRA yang didirikan Kapten KNIL Raymond Westerling pada tanggal 15 Januari 1949. Raymond memandang dirinya sebagai "Ratu Adil" yang diramalkan akan membebaskan Indonesia dari tirani. Gerakan APRA bertujuan untuk mempertahankan bentuk negara federal di Indonesia, serta memiliki tentara sendiri bagi negara-negara APRA terjadi pada tanggal 23 Januari 1950 dengan melakukan serangan dan menduduki kota Bandung, serta menguasai markas Staf Divisi Siliwangi, tetapi digagalkan. Upaya Drs. Mohamad Hatta sebagai Perdana Menteri RIS waktu itu berhasil melakukan perundingan dengan Komisi Tinggi Belanda untuk percepatan pembubaran Republik Indonesia Serikat dan kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia pada tanggal 17 Agustus Perubahan bentuk negara dari Republik Indonesia Serikat menjadi Negara Kesatuan Republik Indonesia, sedangkan konstitusi yang berlaku adalah Undang-Undang Dasar Sementara melaksanakan pemilu pertama di Indonesia pada tahun 1955 yang selama itu dianggap paling demokratis. Tetapi anggota Konstituante hasil pemilu tidak dapat menyusun Undang-Undang Dasar seperti yang diharapkan. Hal ini menimbulkan krisis politik, ekonomi, dan keamanan, yang menyebabkan pemerintah mengeluarkan Dekrit Presiden Presiden 1959 dikenal dengan sebutan Dekrit 5 Juli 1959. Isi Dekrit 5 Juli 1959 yaitu membubarkan Badan Konstituante, Undang-Undang Dasar Tahun 1945 berlaku kembali dan Undang-Undang Dasar Sementara Tahun 1950 tidak berlaku, serta segera akan dibentuk MPRS Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara dan DPAS Dewan Pertimbangan Agung Sementara. Penerapan Pancasila saat itu lebih diarahkan seperti ideologi liberal yang ternyata tidak menjamin stabilitas pemerintahan. Simak Video "Jejak Imlek di RI Dari Masa ke Masa" [GambasVideo 20detik]
Perhatikankarakteristik periode penerapan Pancasila berikut! (1) Kebebasan politik dan kebebasan pers dibatasi (2) Pembatasan terhadap jumlah partai politik (3) Terjadi kasus pembredelan terhadap media (4) Terjadi krisis media di Indonesia Karakteristik tersebut menunjukkan tantangan penerapan Pancasila di era A.
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pancasila diambil dari bahasa sansekerta dan terdiri dari dua kata yaitu Panca yang memiliki arti lima dan Sila yang memiliki arti dasar. Pancasila mampu menjadi dasar dan tolak ukur norma serta perbuatan dan juga tingkah laku bangsa Indonesia. Pancasila merupakan lima dasar yang menopang kehidupan Negara Kesatuan Republik Indonesia. Pancasila adalah jiwa dari bangsa Indonesia. Untuk menjaga keutuhan Pancasila, dibutuhkan peranan para pemuda bangsa. Oleh karena itu diperlukan pengetahuan tentang nilai-nilai pancasila. Tetapi kenyataannya nilai-nilai Pancasila kini mulai terkikis oleh globalisasi yang membawa karakter individualis. Pancasila tidak lagi bisa dimanfaatkan sebagai sebuah sarana yang menahan dampak globalisasi. Para pemuda banyak yang tidak lagi peduli dan tidak mengamalkan nilai-nilai yang terkandung dalam merupakan sebuah tantangan besar pada setiap negara di abad ke-20 ini. Basis globalisasi dan modernisasi terbesar berada pada aspek IPTEK atau teknologi informasi dan komunikasi. Teknologi informasi serta komunikasi yang sudah canggih mampu memutus jarak antar belahan bumi satu dan lainnya. Hal ini tentunya dapat menyebarluaskan berbagai macam informasi dari seluruh bagian dunia. Informasi tentang budaya, bahasa dan tren yang sedang hits pun bisa diperoleh dengan mudah melalui situs dan aplikasi yang tersedia di internet ataupun melalui media komunikasi lain. Arus informasi yang sangat cepat mempermudah akses masyarakat terhadap nilai dan norma-norma asing yang negatif serta bertentangan dengan Pancasila. Adanya globalisasi secara otomatis memiliki dampak pada pola kehidupan masyarakat yang tidak lepas dari generasi muda/ remaja, tidak hanya itu, globalisasi dapat mempengaruhi karakter, moral, etika hubungan antar milenial memiliki hubungan yang dekat dengan teknologi. Generasi ini merupakan generasi yang lahir antara tahun 1980 sampai tahun 2000. Mereka tumbuh besar disaat perkembangan IPTEK berkembang dengan pesat, oleh karena itu generasi milenial merupakan generasi yang tingkat penggunaan internetnya sangat tinggi. Ketergantungan terhadap internet tersebut membuat generasi ini lebih memilih menggunakan internet sebagai sumber informasi dan komunikasi karena internet sangat mudah untuk digunakan dan juga memberikan kecepatan dalam mengakses informasi. Jika penggunaan internet dilakukan secara benar dan semestinya tentu saja kita akan mendapat banyak sekali manfaat yang berguna. Tetapi jika tidak, kita akan mendapat kerugian. Saat ini, banyak pelajar dan mahasiswa yang menggunakan teknologi internet untuk hal yang tidak seharusnya. Generasi muda bangsa Indonesia perlahan mulai meninggalkan karakter bangsanya. Generasi milenial saat ini sangat bergantung pada trend yang tersebar luas secara digital terutama di media sosial. Banyak sekali terjadi kasus kekerasan, pornografi, kemiskinan, minimnya ketahanan keluarga, korupsi dan bahkan narkoba. Ancaman ini sama berbahayanya seperti penggunaan narkoba itu sendiri. Tanpa kita sadari, gadget dan media sosial membuat banyak penggunanya menjadi manusia yang manipulatif, yang hidup tidak sesuai dengan kenyataannya. Hal ini tampak pada keseharian masyarakat bangsa Indonesia sekarang, dimana membully, menghina di media sosial, perilaku kekerasan, tindakan menyimpang lainnya tidak lagi menjadi hal yang memalukan untuk diperlihatkan ke khalayak ramai. Selain itu, internet juga seringkali dijadikan ajang pemecah bangsa dengan menyebarkan berita yang tidak benar seperti hoaks atau menyebarkan ajaran radikal yang berpotensi untuk menghancurkan kesatuan Bangsa serta generasi milenial adalah dua hal yang harus mendapat perhatian lebih untuk saat ini. Ketimpangan sosial ini dikarenakan kurangnya perhatian masyarakat terutama generasi milenial terhadap nilai-nilai Pancasila. Internalisasi dan masuknya nilai liberal yang tidak sesuai dengan kepribadian serta budaya bangsa membuat masyarakat Indonesia bertindak seperti orang buta yang kehilangan tongkatnya. Persoalan yang dihadapi bangsa dan negara hingga sekarang adalah pembudayaan serta aktualisasi nilai-nilai Pancasila yang tidak berjalan secara efektif dan mendasar. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya Karakteristiktersebut menunjukkan tantangan penerapan Pancasila di era Berikut jawaban yang paling benar dari pertanyaan: Perhatikan karakteristik periode penerapan Pancasila berikut!1) Kebebasan politik dan kebebasan pers dibatasi, 2) Pembatasan terhadap jumlah partai politik, 3) Terjadi kasus pembredelan terhadap media, 4) Terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pendidikan Pancasila telah berjalan dari awal kemerdekaan sampai sekarang dan telah mengalami pasang surut dalam penerapannya. Dinamika pendidikan Pancasila pada awal kemerdekaan dilakukan dengan cara pidato dan rapat oleh para tokoh bangsa yang disiarkan pada radio atau surat kabar. Selanjutnya dinamika pendidikan Pancasila mulai berkembang dengan diawali diterbitkannya buku yang berisi pidato Bung Karno yang berjudul Lahirnya Pancasila. Mulai dari situlah banyak bermunculan buku-buku pendidikan terkait patriotisme dan Pancasila seperti Manusia dan Masyarakat Baru Indonesia Civics dan Penetapan Tudjuh Bahan-Bahan Pokok Indoktrinasi. Selain dari buku yang ditujukan untuk masyarakat, pendidikan Pancasila juga berkembang dan diterapkan pada ada jenjang pendidikan formal. Pendidikan Pancasila disematkan pada mata pelajaran pendidikan kewarganegaraan yang pertama kali muncul sebagai buku pedoman PKn 1957 yang berisi 1. Sejarah dari perjuangan rakyat Indonesia, 2. Pancasila, 3. Undang Undang Dasar 1945, 4. Demokrasi terpimpin, 5. Konferensi Asia-Afrika, 6. Kewajiban dan hak sebagai warga negara, 7. Manifesto politik, 8. Laksana malaikat, lampiran-lampiran mengenai dekrit presiden, serta buku mengenai pendidikan pancasila lainnyaSetelah itu berkembang lagi dengan nama Civics 1962. Bahasan dari Civics 1962 berfokus pada UUD, Sejarah Kebangkitan Nasional, dan Pidato Politik Kenegaraan Pada era orde baru kurikulum sekolah mengalami perubahan menjadi kurikulum tahun 1975 dari yang sebelumnya tahun 1968. Hal ini berpengaruh juga dengan pergantian nama mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan PKn yang berganti menjadiPendidikan Moral Pancasila PMP. Hasil dari pergantian nama dari PKn menjadi PMP menghasilkan buku paket PMP untuk semua tingkatan pendidikan di sekolah, dengan begitu dinyatakan juga tidak berlakunya lagi buku pedoman Pendidikan kewarganegaraan, manusia masyarakat baru Indonesia. Sedangkan pendidikan Pancasila untuk dikonsumsi masyarakat berbentuk penataran Pedoman Pengahayatan dan Pengamalan Pancasila P4.Perkembangan berikutnya adalah dengan perubahan dari Pendidikan Moral Pancasila PMP menjadi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan untuk mengikuti kurikulum sekolah tahun 1994 yang juga didasari oleh UU Sistem Pendidikan Nasional No. 2 tahun 1989 ayat 2 yang telah menjelaskan bahwa “Isi kurikulum setiap jenis, jalur, dan jenjang Pendidikan wajib memuat 1. Pendidikan Pancasila, 2. Pendidikan Agama, dan 3. Pendidikan Kewarganegaraan. ”Pada masa sekarang Pendidikan Pancasila tetap dilaksanakan pada Pendidikan formal dan di luar itu Pendidikan Pancasila masih tetap bisa diakses secara fleksibel dengan kemudahan teknologi yang membantu semua kalangan mesyarakat mengakses buku, video, maupun jurnal secara online. Sedangkan pada jenjang lanjut seperti Perkuliahan umumnya memiliki mata kuliah khusus untuk mendalami berkembangnya jaman Pendidikan Pancasila juga harus terus berkembang baik dari sisi materi maupun penerapan system Pendidikan. Di masa yang akan datang tidak menutup kemungkinan untuk berubahnya rezim maupun konteks politik di Indonesia dan dengan luar negri, oleh sebab itu diharapkan di masa yang akan datang akan ada peningkatan mutu Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan melalui guru maupun teknologi. Pendidikan Pancasila juga harus dapat membentuk sikap mental masyarakat Indonesia sesuai sila Pancasila, serta adapun perilaku yang menurut penulis untuk pantas dimasukkan pada Pendidikan Pancasila 1. Beriman dan Bertakwa kepada Tuhan YME, 2. Berbudi pekerti luhur serta disiplin dalam bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, 3. Sadar akan kewajiban bernegara, 4. Aktif dalam pengembangan dan pemanfaatan ilmu pengetahuan PancasilaAkibat perkembangan jaman membuat Pancasila semakin hilang nilai. Karena terjadi inovasi pada teknologi membuat kebudayaaan baru yang tadinya tidak mengenal teknologi mendi kenal dan itu tidak bisa dihindari karena sudah lumrah karena kita hidup harus selalu berkembang dan mengikuti jaman yang kian lama akan semakin moderen. 1 2 Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya MencermatiTantangan Pancasila di Era Informasi SEJARAH mengatakan bahwa Pancasila disusun dan terbentuk berdasarkan pemikiran serta keilmuan yang dimiliki para bapak bangsa, dari berbagai pemikiran banyak kepala yang dituangkan dalam sebuah pedoman dasar dan pokok aturan bangsa serta memiliki tujuan yang sama dengan demikian terlahirnya sebuah ideologi bangsa Indonesia yang disebut dengan Pancasila. ï»żTantangan penerapan Pancasila pada masa reformasiPancasila sebagai dasar negara dan pandangan hidup pada masa reformasi tentunya banyak hambatan dan tantangan banyak terjadi pemberontakan yang ingin mengganti Pancasila dengan ideologi lain. Berikut tantangan penerapan Pancasila pada masa reformasi1. Pengaruh globalisasi yang mempengaruhi dan mengancam nilai-nilai Pancasila globalisasi mengakibatkan kebebasan tanpa batas di mana munculnya paham-paham baru meniru kebudayaan luar yang bertolak belakang dengan nilai Munculnya ideologi baru seperti ideologi liberalis, kapitalis, dan hedonisme yang dibawa oleh pengaruh luar yang sangat bertolak belakang dengan ideologi kita Korupsi merupakan tantangan penerapan Pancasila pada masa orde lama sampai pada masa reformasi ini belum juga menemui titik terang untuk Selanjutnya adalah menurunnya rasa persatuan dan kesatuan5. Kondisi masyarakat yang diwarnai oleh kehidupan yang serba bebas kebebasan berbicara, berorganisasi, berekspresi, berkomuniaksi, dan lain sebagainya. Perhatikankarakteristik periode penerapan Pancasila berikut! 1) Pembatasan partai politik. 2)Terjadi Krisis Moneter. Karakteristik tersebut menunjukkan tantangan penerapan Pancasila di era Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas. Pada sidang BPUPKI pertama yang dilaksanakan tanggal 1 Juni 1945, Ir. Soekarno menyampikan pidatonya yang berisi rumusan lima prinsip dasar negara, yang menjadi cikal bakal lahirnya pancasila. Pancasila merupakan rumusan dan kehidupan berbangsa dan bernegara bagi seluruh rakyat Indonesia. Selain itu, Pancasila juga bisa diartikan sebagai pilar ideologi bangsa Indoensia. Penerapan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan sehari-hari tentu banyak tantangan. Salah satunya di era globalisasi ini yang mempunyai dampak positif dan negara kepulauan terbesar dunia, dengan posisi Indonesia yang terletak diantara dua benua dan dua samudera menjadi rentan terhadap pengaruh luar. Indonesia sendiri adalah salah satu negara yang terbuka terhadap arus globalisasi. Bagi bangsa Indonesia, globalisasi merupakan perkembangan zaman yang harus diterima. Upaya yang harus dilakukan bangsa Indonesia adalah memaksimalkan keuntungan dan meminimalkan kerugian yang ditimbulkan oleh globalisasi. Bangsa Indonesia juga harus selektif dalam menyaring hal-hal negatif dari budaya luar yang masuk dengan cara menyesuaikan dengan nilai-nilai Prof. Dr. Ir. Reni Mayerni, 09/03/2020, bahwa Pancasila sejatinya merupakan ideologi terbuka, yakni ideologi yang terbuka dalam menyerap nilai-nilai baru yang dapat bermanfaat bagi keberlangsungan hidup bangsa. Namun, di sisi lain diharuskan adanya kewaspadaan nasional terhadap ideologi baru. Apabila Indonesia tidak cermat, maka masyarakat akan cenderung ikut arus ideologi luar tersebut, sedangkan ideologi asli bangsa Indonesia sendiri yakni Pancasila malah terlupakan baik nilai-nilainya maupun implementasinya dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini tentu mengancam ideologi negara kita sendiri. Di era globalisasi ini tidak sedikit hal-hal negatif yang bertentangan dengan nilai Pancasila. Namun dibalik dampak negatif globalisasi, tentu globalisasi juga memiliki dampak positif yang bisa membawa ideologi Pancasila mengikuti perkembangan zaman. Dalam menyambut era globalisasi ini bangsa Indonesia harus melakukan terobosan baru dalam segala bidang, sebagai generasi muda bangsa Indonesia harus dapat mengisi era digital ini dengan maksimal sehingga generasi muda tidak pernah terprovokasi dengan mudah meski banyaknya arus dari luar yang mempengaruhi kehidupan bangsa ini, asalkan kita tetap perpegang pada dasar negara kita yaitu Pancasila dan nilai-nilai yang terkandung dalamnya. Jurnal Al-Insyiroh Jurnal Studi Keislaman Vol. 6, No. 1, 2020.Bangsa Indonesia membutuhkan generasi yang benar- benar mengamalkan nilai-nilai pancasila dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menyesuaikan diri dengan arus globalisasi. Contohnya sila pertama yaitu mengenai ketuhanan. Orang yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dapat memahami hal apa saja yang dilarang di agamanya, dan apabila adanya pengaruh buruk dari masuknya budaya luar pasti orang itu akan kembali ke jalan yang sila kedua yaitu kemanusian, dapat diterapkan dengan cara di media sosial tidak saling memprovokasi, tidak menyebarkan ujaran kebencian dan menyebarkan hoax, dan tetap menghormati hak setiap individu dalam bersosial media selagi tidak merugikan orang ketiga mengenai persatuan dapat amalkan dengan cara membentuk komunitas yang bergerak di bidang sosial contohnya komunitas Ayo Dongeng Indonesia, Indonesia Berkebun, Sahabat Indonesia Berbagi, dll. Hal ini tentu dapat mempersatukan bangsa. Di lain sisi ada manfaat untuk diri sendiri seperti, memperoleh pengalaman baru, mengajarkan nilai-nilai kehidupan, bertemu dengan banyak orang baru, dan menambah Relasi. Sila keempat mengenai kerakyatan dalam permusyawaratan dapat diterapkan di zaman serba digital ini dengan selalu aktif dalam beropini untuk menyuarakan hak asasi manusia, ketimpangan sosial, pandangan politik, serta segala pengetahuan melalui forum media sosial. Sebelum suatu opini atau pandangan diunggah ke media sosial, ada baiknya didiskusikan terlebih dahulu supaya tidak mengandung unsur sara yang dapat merugikan orang lain, dan selalu tetap memperhatikan bahasa yang baik dan kelima mengenai keadilan sosial. Maksud dari nilai keadilan ini adalah bersikap adil terhadap semua orang, contohnya, tidak melakukan perbuatan yang merugikan kepentingan umum, tidak menggunakan hak yang menjadi milik orang lain, menjaga keamanan dan ketertiban umum, nilai pancasila tersebut pada dasarnya merupakan satu kesatuan yang utuh dimana mengacu kepada tujuan yang satu. Seperti ketuhanan, kemanusiaan, persatuan, kerakyatan, dan keadilan adalah nilai-nilai dasar pancasila yang memiliki sifat universal dan objektif, yang dimana negara-negara lain juga bisa menggunakan dan menerapkan nilai-nilai pancasila di kehidupan sehari-hari. Sebagai suatu ideologi bangsa dan Negara Indonesia maka Pancasila hakikatnya bukan hanya merupakan suatu hasil perdebatan atau pemikiran seseorang atau kelompok orang tertentu, namun Pancasila diangkat dari nilai-nilai adat-istiadat, nilai-nilai kebudayaan serta nilai religius yang terdapat dalam pandangan hidup masyarakat Indonesia. Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya Diera milenial ini, penting sekali menyegarkan gagasan Pancasila agar sesuai dengan konteks zaman. Untuk membangun benteng ideologi yang kokoh, generasi muda perlu disasar dan dilibatkan secara massif dalam mengkampanyekan nilai-nilai Pancasila. Terlebih, mereka cenderung mudah terpapar dengan virus ekstrimisme dan radikalisme. JAKARTA, - Ketua Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia DPR RI Ahmad Doli Kurnia Tandjung menilai, tantangan yang dihadapi Pancasila di masa mendatang semakin besar. Di tengah perubahan zaman, persoalan yang perlu diwaspadai adalah ketika masyarakat, khususnya generasi muda, tidak lagi memandang Pancasila sebagai ideologi dan dasar negara."Pertama yang harus diwaspadai ketika Pancasila sebagai ideologi negara dan falsafah bangsa, tidak lagi menjadi perbincangan atau wacana di tengah publik. Itu saya kira tantangan yang terberat," kata Doli dalam program Titik Pandang di KompasTV, Jakarta Barat, Senin 27/7/2020. Menurutnya, ketika satu negara tidak lagi menempatkan ideologi negaranya sebagai pedoman dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, maka akan timbul celah bagi ideologi lain untuk masuk. Baca juga Penerapan Pancasila Redup, Rektor UNS BPIP Adalah Jawaban Idealnya, Pancasila harus menjadi the living ideology atau ideologi yang hidup di tengah-tengah masyarakat. Untuk mewujudkan hal ini, diperlukan cara-cara baru yang relevan dengan kondisi saat ini. "Saya kira itu dua tantangan terbesar yang harus menjadi target. Satu, tetap menjadikan isu ini Pancasila –red menjadi isu yang penting. Kedua pendekatannya harus selalu up to date," jelasnya. Saat melakukan riset dan disertasi terkait Pancasila, Doli menemukan sejumlah murid sekolah yang tidak hafal lima sila secara utuh. Dari situ, ia menilai, tingkat pengenalan Pancasila kepada generasi muda semakin menurun. Merespons fakta tersebut, ia pun mengusulkan Undang-Undang yang mengatur tentang pengarusutamaan, membumikan, atau pembinaan nilai-nilai Pancasila. Baca juga Menurut Akademisi, BPIP Perlu Payung Hukum Setingkat UU Apalagi, kata Doli, terjadi kekosongan pembinaan Pancasila selama 20 tahun sejak masa reformasi pada 1998. Baru pada 2017, Presiden Joko Widodo membentuk Unit Kerja Presiden Pembinaan Ideologi Pancasila UKP-PIP. Kemudian pada 2018 dikeluarkan Peraturan Presiden Perpres yang menaikkan statusnya menjadi Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP, yakni badan yang bertanggungjawab terhadap pembinaan ideologi negara. Senada dengan Doli, pakar hukum tata negara Bayu Dwi Anggono menambahkan, selain sebagai the living ideology, Pancasila juga harus menjadi the working ideology. Syarat Pancasila menjadi the working ideology adalah diakui kebenarannya oleh seluruh komponen bangsa, dimengerti, dipahami, dan dihayati, serta dipraktikkan dalam kehidupan. Baca juga Ketua MPR Sebut Presiden Jokowi Ingin BPIP Diatur UU Sama dengan Doli, ia pun mengakui bahwa saat ini ada persoalan terkait Pancasila, yaitu melemahnya ideologi itu berdasarkan hasil survei nasional yang dilakukan Center for Strategic And International Studies CSIS 2017. Disebutkan bahwa jumlah masyarakat yang ingin mengganti ideologi Pancasila terus mengalami peningkatan dari waktu ke waktu. “Sebagai contoh, menurut survei Center for Strategic And International Studies CSIS 2017, hampir 10 persen milenial setuju Pancasila diganti dengan ideologi lain,” terangnya. Dengan demikian, imbuh Bayu, selain pembinaan yang bersifat partisipatif perlu perangkat ketatanegaraan untuk menghadapi tantangan yang dihadapi Pancasila. Baca juga Kepala BPIP Tuhan memberikan alat yang namanya Pancasila Menyamakan visi untuk merawat Pancasila BPIP sebagai badan pembinaan ideologi Pancasila, menurut Bayu, semestinya tidak hanya diatur dengan Perpres. Ia mengatakan, ada sejumlah lembaga pembinaan lain yang payung hukumnya adalah Undang-Undang. Misalnya, pembinaan kepramukaan, pembinaan perfilman, pembinaan perpustakaan, dan pembinaan kepalang merahan. “Sementara pembinaan ideologi pancasila sebagai ideologi negara level empat di bawah Undang-Undang Dasar UUD, Undang-Undang, Peraturan Pemerintah PP, dan Perpres. Sehingga perangkat kenegaraan kita tentu tidaklah maksimal dalam konteks pembinaan,” jelasnya. Ia pun menyayangkan, lembaga yang sesungguhnya memiliki level kepentingan di bawah Pancasila, justru diatur dalam UU. Baca juga BPIP dan KPK Kerja Sama Bumikan Pancasila “Jadi ada bentuk ketidakadilan terhadap Pancasila ketika menempatkan pembinaan Pancasila dalam level Perpres,” ujarnya. Itulah kenapa pembinaan ideologi Pancasila bukan hanya tugas presiden saja, melainkan semua pihak. Dengan berpayung hukum Undang-Undang, semua lembaga negara maupun perangkat pemerintah punya visi merawat Pancasila yang sama. “Dengan diaturnya dalam Undang-Undang, maka sesungguhnya kita sudah mengangkat sebuah konsensus bahwa urusan pembinaan ideologi Pancasila termasuk badan penyelenggaranya adalah urusan negara,” tambahnya. Ia pun membayangkan, sebagai lembaga yang berperan dalam pembinaan ideologi Pancasila, tugas BPIP adalah menyelenggarakan musyawarah rencana pembangunan Musrenbang dan menyusun arah kebijakan pembinaan Pancasila. Baca juga BPIP Berencana Gunakan YouTube hingga TikTok untuk Sosialisasi Pancasila Begitu juga dalam hal menyusun kerja sama antar lembaga negara, sehingga tidak ada lagi pihak yang saling mendahului dalam konteks pembinaan ideologi Pancasila. “Kemudian koordinasi finalisasi, semua lembaga silakan melaksanakan pembinaan ideologi Pancasila. Namun standarisasinya, bahan-bahannya, kemudian bagaimana memonitoring pelaksanaannya, BPIP dioptimalkan di sana,” paparnya. Dapatkan update berita pilihan dan breaking news setiap hari dari Mari bergabung di Grup Telegram " News Update", caranya klik link kemudian join. Anda harus install aplikasi Telegram terlebih dulu di ponsel. Perhatikankarakteristik periode penerapan Pancasila berikut! 1) Kebebasan politik dan kebebasan pers dibatasi. 2) Pembatasan terhadap jumlah partai politik. 3) Terjadi kasus pembredelan terhadap media. 4) Terjadi krisis ekonomi di Indonesia. Karakteristik tersebut menunjukkan tantangan penerapan Pancasila di era. â€ș Opiniâ€șTantangan Pancasila Pasca-Orde... Peringatan Ariel Heryanto, jangan-jangan di masa demokrasi Jokowi Pancasila diperlakukan sama dengan di waktu Orde Baru. Pancasila bukan sebuah ideologi, melainkan kebersamaan nilai-nilai yang mendasari persatuan bangsa. Kompas Didie SWPeringatan Prof Ariel Heryanto Kompas, 6/11/ 2021 agar Pancasila pada masa pasca-Orde Baru—ya, pada masa ”demokrasi Jokowi” sekarang—jangan dipergunakan sama seperti pada waktu Orde Baru pantas Heryanto menarik perhatian pada suatu kenyataan yang penting untuk tak salah paham terhadap Pancasila, yaitu bahwa Soekarno, pencetus Pancasila, tidak menganggap Pancasila sebagai semacam ideologi, tetapi sebagai payung di bawahnya segala macam ideologi seperti yang pada waktu itu terdapat di antara para nasionalis Indonesia dapat ditempatkan. Ideologi-ideologi yang diperjuangkan Soekarno sendiri—di bawah payung Pancasila—adalah sosialisme, antikapitalisme, antiimperialisme, dan sebagainya. Dapat ditambahkan bahwa Pancasila justru ditetapkan sebagai nilai-nilai dan keyakinan-keyakinan kemanusiaan dasar yang dimiliki oleh segenap komunitas etnik, budaya, dan agama juga Pancasila Sejak Orde BaruKarena itu, semua komunitas yang cukup berbeda itu dapat bersatu dalam satu Negara Kesatuan Republik Indonesia dan, itu yang paling menentukan, merasa diri menjadi satu bangsa, bangsa dengan banyak negara pasca-penjajahan, baik di Asia maupun di Afrika, persatuan nasional Indonesia berhasil menjadi kenyataan karena jati diri ke-Indonesia-an tidak menyaingi, apalagi menindas, identitas setiap komunitas Nusantara, tetapi menjamin dan bahkan juga, ada kaitan erat antara kebangsaan Indonesia dan Pancasila. Kemajemukan etnik, budaya, dan religius Nusantara bisa bersatu dalam kesadaran, bahkan dalam kebanggaan Kami ini identitas Indonesia itu menjadi mungkin karena komunitas-komunitas dengan identitas masing-masing yang cukup berbeda itu memiliki lima prinsip kesosialan bersama, lima prinsip Pancasila yang menjadi dasar kebersamaan bawah kekuasaan Orde Baru, itu berubah. Pancasila mulai dipakai sebagai ideologi untuk menghantam ideologi-ideologi yang dirasakan sebagai ancaman. Ariel Heryanto menyebutkan komunisme dan Islamisme, dan bisa ditambah etnik, budaya, dan religius Nusantara bisa bersatu dalam kesadaran, bahkan dalam kebanggaan Kami ini sini tak perlu kita masuk ke pertanyaan apakah Pancasila dapat membenarkan larangan terhadap apa saja yang komunis dalam Tap XXVI MPRS 1966. Menurut saya, sekurang-kurangnya Marxisme-Leninisme tidak dapat ditampung di bawah lima sila dicatat, sesudah 20 tahun berkuasa, Soeharto sendiri menyadari bahwa memusuhi agama yang dianut oleh 87 persen bangsa Indonesia merupakan kesalahan, maka ia melakukan his Islamic turn. Apalagi, Islam mainstream di Indonesia tegas-tegas menyatakan diri menjadi bagian bangsa Indonesia yang kebersamaannya didasari oleh dan agamaPeringatan Ariel Heryanto—jangan-jangan pada masa demokrasi Jokowi, Pancasila diperlakukan sama dengan pada waktu Orde Baru—perlu diperhatikan. Pancasila bukan sebuah ideologi, melainkan kebersamaan nilai-nilai yang mendasari persatuan hari lalu di media sosial diributkan video seorang ustaz yang marah-marah bertanya apa itu Pancasila dibandingkan Al Quran dan Hadits. Banyak komentar sangat kritis terhadap ustaz tetapi, tentu saja, ustaz itu betul! Pancasila tak dapat dipersandingkan dengan ajaran agama. Tentu saja berlaku ”Kita harus lebih taat kepada Allah daripada kepada manusia” Kis. 5 29.KOMPAS/RADITYA HELABUMI Warga melintas di depan mural Pancasila di kawasan Galur, Jakarta Pusat, Kamis 29/7/2021. Nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar dan ideologi negara harus terus dilestarikan dalam kehidupan sehari-hari dari generasi ke orang beragama tentu mendapat keterarahan dasar hidup kita dari ajaran agama yang kita anut. Kita sudah beragama sebelum pertama kali mendengar kata itu, Pancasila juga jangan mau dipropagandakan sebagai semacam ajaran kebijaksanaan hidup. Ajaran kebijaksanaan hidup adalah urusan kita masing-masing, dan bagi kebanyakan kita tentu berakar dalam Pancasila bukan sesuatu seperti, misalnya, antroposofi Rudolf Steiner atau philosophia perennis Sayyed Hossein Nasr. Pancasila adalah tidak kurang dan tidak lebih dari lima sila yang disebut pada akhir Pembukaan UUD BPIPKarena itu pun usaha untuk mengangkat kembali hal ”pemerasan Pancasila” adalah salah tangkap dan berbahaya. Seperti dijelaskan Ariel Heryanto, pandangan Soekarno terhadap Pancasila harus dimengerti secara dimaksud Soekarno dalam prasaran 1 Juni 1945 dengan pemerasan Pancasila bukan Kalau mau, Tri-sila, bahkan Eka-sila sudah cukup; melainkan Mereka yang ”ideologi politiknya” berfokus pada sosio-nasionalisme dan sosio-ekonomi, atau yang mau menampung kesosialan bangsa Indonesia dalam gotong royong, tertampung di juga Perwujudan Nyata PancasilaBegitu Pancasila memberi kesan seakan-akan mau merelativasi keagamaan, Pancasila justru akan terancam. Sebaliknya, begitu orang beragama melihat wah, bagus Pancasila ini, ternyata yang bagi kami penting terungkap dalam Pancasila; maka ia dengan senang memberi ruang kepada kebangsaan dalam hatinya dan ikut berusaha agar lima sila Pancasila menjadi kenyataan di itu, Badan Pembinaan Ideologi Pancasila BPIP hanya akan berperan positif apabila tegas-tegas mencegah jadi semacam Badan Pembinaan Pendidikan Pelaksanaan Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila BP7 BPIP tentu bukan berfilsafat tentang Pancasila, melainkan membantu agar Ketuhanan Yang Maha Esa, Kemanusiaan yang Adil dan Beradab, Persatuan Indonesia, Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan, dan Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia semakin menjadi bertentangan dengan Pancasila, dan tidak boleh diberi ruang di Indonesia, adalah gerakan-gerakan politik yang mendasarkan diri pada suatu ideologi yang menyangkal kesamaan kedudukan segenap warga bangsa, dari segenap etnik, budaya, dan agama di Franz Magnis-SusenoDalam arti ini Pancasila memang merupakan kriteria apakah sebuah ideologi berhak diberi ruang di Indonesia. Itu bukannya sisa mental Orde Baru, melainkan kesepakatan bangsa Indonesia bahwa ”negara Republik Indonesia yang berkedaulatan rakyat
 berdasar” pada lima prinsip yang kita sebut Pancasila Magnis-Suseno, Guru Besar Purnawaktu Sekolah Tinggi Filsafat Driyarkara di Jakarta EditorSri Hartati Samhadi, yohaneskrisnawan .
  • e0et4gy6ui.pages.dev/956
  • e0et4gy6ui.pages.dev/153
  • e0et4gy6ui.pages.dev/996
  • e0et4gy6ui.pages.dev/795
  • e0et4gy6ui.pages.dev/690
  • e0et4gy6ui.pages.dev/378
  • e0et4gy6ui.pages.dev/190
  • e0et4gy6ui.pages.dev/45
  • e0et4gy6ui.pages.dev/9
  • e0et4gy6ui.pages.dev/92
  • e0et4gy6ui.pages.dev/645
  • e0et4gy6ui.pages.dev/85
  • e0et4gy6ui.pages.dev/942
  • e0et4gy6ui.pages.dev/544
  • e0et4gy6ui.pages.dev/489
  • karakteristik tersebut menunjukkan tantangan penerapan pancasila di era